oleh : Mamila Ziyyit Tuqo,
Dewasa
ini, masalah sekolah bukan karena guru dan orang tua tidak peduli lagi[1].
Keadaan tersebut merupakan keluhan yang sudah biasa disampaikan, akan tetapi,
keluhan ini tidak benar. Kepedulian masih sama besarnya, bahkan mungkin lebih
besar sekarang jika dibandingkan dengan sebelumnya. Satu hal yang menjadi
masalah adalah begitu banyaknya focus perhatian yang hanya tertuju pada sebuah
institusi. Orang tua banyak yang hanya mempercayakan sekolah untuk perkembangan
belajar anaknya. Padahal, antara guru, dan orang tua merupakan sebuah tim yang
harus bekerja sama agar proses pembelajaran di sekolah berhasil.
Guru
adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik[2].
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu, tidak hanya pada pendidikan formal, non formalpun dapat
dikatakan sebagai guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak
didik mereka agar menjadi orang yang berkebribadian mulia.
Dengan kepercayaan yang diberikan
masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat.
Mengemban tugas memang berat, tapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab.
Sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga
diluar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikanpun tidak hanya secara
klasikal, tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar
selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak
hanya di lingkungan sekolah tetapi di luar se kolah sekalipun.
Orang tua dirumah seyogyanya harus
bisa berlaku sebagai guru, karena mengingat pengertian guru diatas yang tidak
hanya sebatas pendidik formal. Orang tua harus lebih mengedepankan kemajuan
anak-anaknya. Mereka dituntut untuk ikut andil mencetak generasi penerus yang
professional. Tuntutan semacam ini, memberikan pengertian bahwa sebagai orang
tua yang bijak, harus mampu mengatur kewajibannya, yakni sebagi pemberi nafkah
sekaligus sebagai pendidik bagi anak-anaknya.
Fenomena sekarang membuktikan, bahwa
rata-rata orang tua kurang mempedulikan tingkah laku anak-anaknya. Orang tua
yang telah tersibukkan oleh urusan pekerjaannya, menjadi tidak tahu dengan apa
yang terjadi pada diri anaknya. Mereka hanya memberikan fasilitas saja, uang
dan segala harta benda bagi anaknya serta hanya mempercayakan kegiatan anaknya
pada gurunya.
Orang tua semacam itu, kebanyakan
berpikiran bahwa pendidikan anaknya bisa berkembang hanya cukup dengan sekolah
dan fasilitas. Akan tetapi fakta tidak membuktikan. Anak yang diperlakukan
semacam itu, kebanyakan terpaksa melakukannya, terbebani, dan takut jika
dimarahi, sehingga dapat menyebabkan psikologis anak yang tidak stabil.
Jika menyoroti kehidupan anak di
desa, justru berkebalikan dengan kehidupan anak di kota. Di kota, dengan segala
fasilitas yang ada, akan tetapi kurang adanya perhatian sedang di desa dengan
segala kasih sayang dan perhatian yang ada, tetapi fasilitas yang kurang. Keduanya
sama-sama kurang seimbang.
Di desa, anak-anak yang mendapatkan
perhatian lebih dari orang tuanya, pada umumnya mereka belajar hanya sebatas
apa yang telah diberikan gurunya, sedang dirumah hanya melaksanakan tugas dari
gurunya. Mereka kurang berkembang dalam ilmu-ilmu yang tidak didapatkan di
sekolah. Terkadang, semangat belajar mereka tinggi karena mendapat dukungan
dari guru dan orang tua, akan tetapi karena kurangnya fasilitas belajar,
menjadikan mereka kurang bisa berkembang.
Melihat kedua fenomena diatas,
alangkah baiknya jika keduanya di padukan. Antar orang tua, guru serta adanya
fasilitas, menjadi hal pokok yang dapat menunjang perkembangan anak didik. Untuk
itu, dibutuhkan adanya guru yang mempunyai profesionalitas yang tinggi. Guru
sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila
dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya[3].
Profesionalitas
Guru
Pada butir Sembilan Kode Etik Guru
Indonesia disebutkan bahwa :”Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan”(PGRI,1973). Guru
merupakan unsure aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kebijaksanaan pendidikan di Negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini
dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di
bidang pendidikan Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi pembangunan gedung-gedung
pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban
belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan
menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain.
Untuk meningkatkan mutu suatu
profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan
dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya.
Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan pra
jabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga
dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun
sedang dalam melaksanakan jabatan.
Dalam Kode Etik Guru Indonesia
dengan jelas dituliskan bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Pengertian
membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam system
amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari system itu adalah ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga
kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus
dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta
didik. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan
atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, social maupun
yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan.
Guru harus menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Oleh
sebab itu, guru harus aktif mengusahakan
suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode
mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta
pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang
diperlukan.
Keterlibatan
Orang Tua
Suasana yang harmonis di sekolah
tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni kepala
sekolah, guru, staf administrasi dari siswa, tidak menjalin hubungan yang baik
di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan
terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini
dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta didik berada di
sekolah dan di awasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan
peserta didik diluar sekolah, yakni dirumah dan di masyarakat sekitar. Oleh
sebab itu, amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat bertanggung jawab
terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan diluar ini terjalin dengan baik
dengan apa yang dilakukan oleh guru di sekolah diperlukan kerjasama yang baik
antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan
orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan
cara mengundang rang tua sewaktu pengambilan rapot, mengadakan kegiatan-kegiatan
yang melibatkan orang tua dan masyarakat, mengikutsertakan ersatuan orang tua
siswa atau BP3 dalam memabntu meringankan permasalahn sekolah, terutama
menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Sikap orang tua
dan guru yang sama terhadap pembelajaran anak akan memberikan teladan yang baik
bagi anak. Orang tua dan guru perlu selalu mengkomunikasikan sikap dan reaksi
anak sehingga anak akan merasa di dukung dan bisa menunjukkan reaksi yang
jelas, terdorong untuk meningkatkan kemampuan, bertanggung jawab, merasa aman
dan senang, dewasa dan mandiri. Kerjasama orang tua secara aktif dengan sekolah
bergantung pada minat, kemampuan, kesempatan, dan motivasinya. Pembelajaran
akan berlangsung baik jika ada kerjasama antara orang tua dan guru. Guru adalah
profesional dalam bidang pendidikan dan belajar, tetapi untuk anak berkebutuhan
khusus, fungsi guru tidak akan optimal tanpa dukungan orang tua.
Perlu adanya jalinan komunikatif antara pihak orang tua dengan
guru. Sarana mengkomunikasikan keduanya harus diprogram. Sebuah buku penghubung antara orang tua dengan
guru sebaiknya diadakan. Buku tersebuat sebagai sarana untuk mempermudah
komunikasi keduanya. Buku penghubung akan memudahkan guru, murid dan orangtua
dalam berkomunikasi tanpa memerlukan waktu yang khusus.
Bagi orangtua yang tak sempat mengantar jemput secara rutin anaknya
ke sekolah dan mengikuti kegiatan dan perkembangan anaknya hari per hari di sekolah,
buku penghubung adalah media yang dapat dioptimalkan fungsinya sebagai sarana
komunikasi antar orangtua dan guru.
Buku penghubung ini berbeda dengan
bimbingan konseling atau rapor. Kalau rapor biasanya diberikan pada jangka
waktu tertentu. Sedangkan buku penghubung bisa digunakan kapan saja saat
diperlukan. Misalnya untuk menyampaikan pengumuman yang berkaitan dengan
kegiatan proses belajar-mengajar. Seperti menyampaikan tugas rumah, ulangan
harian dan info-info lainnya yang berkaitan dengan kelancaran tugas-tugas anak
di sekolah dan di rumah.
Buku penghubung ini bertujuan agar
orangtua mengetahui kejadian di sekolah atau hal-hal yang memang harus
diketahui orangtua. Misalnya, ada PR bahasa Indonesia hal. 20, kerjakan nomor
1-10 disalin di buku PR dan dikumpulkan hari Rabu. Sebaliknya, karena buku
penghubung bisa digunakan dua arah, artinya orangtua juga bisa menulis di buku
itu, pihak sekolah (guru) juga dapat mengetahui kejadian khusus di rumah, dari
berita yang disampaikan orangtua. Misal, di buku penghubung itu orangtua bisa
menulis: Pada hari Senin Melia sakit panas. Dokter menyarankan supaya jangan
ikut pelajaran olahraga terlebih dulu. Jadi guru bisa mengetahui kejadian
khusus yang terjadi di rumah dari apa yang disampaikan oleh orangtua. Maka dari
itu buku penghubung wajib dibawa setiap hari ke sekolah.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh
dari buku penghubung. Khususnya, untuk anak-anak yang duduk di kelas rendah
seperti kelas 1 sampai 3 SD. Walaupun saat ini diharuskan bisa membaca saat
masuk sekolah dasar, namun kenyataannya ada beberapa anak di kelas awal
ini belum bisa membaca dengan lancar. Juga belum mampu mengingat tugas-tugas sekolah
atau mengatur jadwal dengan baik.
Buku
penghubung bisa membantu anak mengingat kembali tugas sekolah yang harus dia
lakukan, utamanya untuk anak-anak yang jarang berkomunikasi dengan orangtua.
Jadi anak tidak dapat berbohong jika guru telah memberikan tugas rumah, karena
sudah tertulis dibuku penghubung tersebut. Jadi, baik orangtua dan guru bisa
sama-sama memantau tingkah laku si anak.
Agar
buku penghubung bukan hanya menjadi seonggok buku, perlu ada aspek-aspek
tertentu yang dicantumkan dalam buku penghubung tersebut. Antara lain hari dan
tanggal, yakni waktu dituliskannya pesan dalam buku tersebut. Juga uraian
tentang apa yang mau disampaikan. Yang terakhir, paraf orangtua atau guru,
untuk menunjukkan bahwa mereka sudah membaca buku tersebut.
Sedangkan
spesifik atau tidaknya pelaporan bergantung dari apa yang akan ditulis di dalam
buku. Kalau yang ditulis lebih bersifat informasi, ada baiknya bersifat
spesifik. Sedangkan kalau yang ditulis adalah permasalahan atau keluhan guru,
ada baiknya guru hanya menulis secara garis besar saja, lalu membuat perjanjian
ketemu dengan orangtua. Agar buku penghubung efektif, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan guru saat hendak menuliskan laporan di buku penghubung,
yakni: Laporan tidak boleh bersifat menghakimi anak dengan penilaian yang
kurang obyektif. Ada baiknya guru cuma menuliskan tentang situasi yang terjadi.
Untuk anak yang sudah bisa membaca, guru tidak perlu menulis secara detil apa
yang ingin disampaikan kepada orangtua. Apalagi jika itu menyangkut perilaku anak
yang 'bermasalah'. Sebaiknya guru hanya menulis keinginan pihak sekolah untuk
bertemu orangtua dengan memberikan jadwal pertemuan. Dengan begitu, guru bisa
leluasa menyampaikan masalah yang berhubungan dengan si anak saat pertemuan
berlangsung.
Tingkatan Keterlibatan Orang Tua di
Sekolah adalah
1.
Orang
tua sebagai mitra dalam pendidikan anak, tetapi pasif dalam menerima pelajaran
dari sekolah sehingga anak merasa bingung dengan dua dunia yang berbeda.
Pembiasan-pembiasaan
di rumah berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah sehingga anak akan
menemui masalah dalam pembelajaran dan penyesuaian.
2.
Orang tua
sebagai pendukung pembelajaran anak di sekolah. Orang tua sangat merespons
positif semua pembelajaran yang berasal dari sekolah dan menuntun anak untuk
mengerjakannya sehingga anak merasa bertanggung jawab terhadap dirinya
berdasarkan bimbingan dari sekolah dan arahan orang tuanya.
3.
Orang tua
sebagai peserta aktif dalam pembelajaran sekolah. Di sini orang tua dan guru
saling bekerja sama dan berkomunikai, memberikan masukan-masukan tentang
pemberian PR dan permasalahan anak sehingga terjalin kesamaan sikap serta norma
yang akan memantapkan anak dalam pembelajaran dan perkembangannya. Kerjasama
seperti ini bisa membantu anak mencegah kesulitan belajar dan penyesuaian
diri.Bagi anak berkebutuhan khusus, jenis hubungan yang saling percaya ini akan
menunjang kesejahteraannya, penyesuaian sosialnya, dan terpenting belajarnya.
Dari
tingakatan diatas, diperlukan adanya orang tua yang senantiasa terlibat aktif
di sekolah karena mengingat pentingnya keterlibatan aktif orang tua di sekolah
adalah :
1.
Membuat orang
tua sadar efek positif yang telah mereka buat terhadap anaknya (bagaimana dan
apa saja pengaruhnya, apa yang telah mereka lakukan di rumah untuk pembelajaran
anak di sekolah) sehingga orang tua memahami bahwa rumah dan sekolah bukanlah
dua dunia yang berbeda.
2.
Membuat orang
tua menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan sangatlah penting bagi
pembelajaran anak di rumah dan di sekolah.
3.
Diskusi orang
tua dan guru tentang pembelajaran anak merupakan cara yang efektif yang akan
berdampak positif bagi anak dalam kehidupan sehari-hari,
4.
Membantu orang
tua melihat bahwa cara mereka berinteraksi dengan anaknya di rumah mempengaruhi
kesejahteraan, kebahagiaan, dan perkembangan sosial dan akademik anak.
Kerjasama antara sekolah dan rumah dapat mencegah timbulnya permasalahan pada
diri anak.
5.
Mengembangkan
wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari. Wawasan,
inisiatif, pengelaman, dan kreatifitas orang tua harus diperhatikan guru untuk
menjalin kerjasama yang positif sehingga pengalaman anak di sekolah
terintredasikan secara bermakna dan relevan ke dalam kehidupan sehari-harinya.
Bila kerja sama antara guru dan orang tua sudah terjalin bagus akan memberikan kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak[4].
Bila kerja sama antara guru dan orang tua sudah terjalin bagus akan memberikan kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak[4].
Adanya guru dan
orang tua merupakan factor utama keberhasilan proses kegiatan siswa. Akan
tetapi semua tidak akan berhasil jika tidak adanya fasilitas yang memadai.
Fasilitas tidak hanya diberikan di
sekolah, akan tetapi dirumahpun perlu diberikan guna menunjang keberhasilan
anak didik. Perlu diketahui, bahwa proses pembelajaran anak didik lebih banyak
berada di luar sekolah. Untuk itu, fasilitas sangat dibutuhkan, tetapi juga
perlu adanya pantauan dari orang tua. Misalnya internet dll.
Fasilitas yang
telah ada di sekolah, merupakan factor pendukung, apalagi melihat adanya APBN
sekarang ini, 20 % dari APBN dialokasikan untuk dana pendidikan. Dari jumlah
yang besar tersebut, sudah sepantasnya setiap sekolah memiliki fasilitas yang
memadai. Sedang untuk fasilitas di luar sekolah, pemerintah telah berusaha
mengoptimalkan dana untuk siswa, dapat berupa bantuan, ataupun beasiswa,
sehingga tidak menutup kemungkinan, siswa dapat memenuhi fasilitas dengan
beasiswa yang telah dimiliki.
Dari hal diatas,
telah dibuktikan bahwa, proses keberhasilan siswa dalam belajar, memerlukan
dukungan dari berbagai factor, baik orang tua, guru serta adanya fasilitas yang
memadai. Jika telah terpenuhi, tidak menutup kemungkinan bahwa Pendidikan di
Indonesia akan semakin maju dengan potensi dan sumber daya manusia yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Djamarah, Saiful Bahri. 2000. Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta
Rich, Dorothy. 2008. Menciptakan
Hubungan Sekolah-Rumah yang Positif. Jakarta: PT Indeks
Soetjipto,dkk. 2000. Profesi Keguruan.
Jakarta. Rineka Cipta
Aziz, Rini Utami . 2006. Anak Sulit Belajar.
Solo : Tiga Serangkai
[1] Dorothy
Rich, Menciptakan Hubungan Sekolah-Rumah yang Positif, Indeks, Jakarta,
hal 2
[2]
Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
Rineka Cipta, Jakarta, hal 31
[3]
Soetjipto, Profesi Keguruan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hal 42
[4] Rini
Utami Aziz, Anak Sulit Belajar,
Solo, Tiga Serangkai, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar