Pages

Sabtu, 08 Juni 2013

Mahasiswa Sekaligus Nyantri, Kenapa tidak?

Mahasiswa merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989) Mahasiswa diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa, tetapi menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah administratif itu sendiri. Menyandang status Mahasiswa merupakan sebuah kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab mahasiswa sangatlah besar. Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata, Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di berbagai belahan dunia. Mahasiswa sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual, memandang segala sesuatu dengan pikiran jernih, positif, kritis yang bertanggung jawab, dan dewasa. Secara moril mahasiswa akan dituntut tangung jawab akademisnya dalam menghasilkan “buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan.
Sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk bisa menjadi sosok yang beretika karena mahasiswa telah menjadi sorotan public sekaligus generasi penerus bangsa yang telah dipercaya untuk memimpin negeri ini dalam segala bidang. Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat erat. Etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, dengan memahami peranan etika, mahasiswa dapat bertindak sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan, etika menjadi sebuah alat kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun itu. Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan terhadap orang yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan di dalam Islam, etika di dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa sebagai mahluk Allah SWT yang telah diberikan karunia berupa akal, akhlaq yang baik ditujukan bukan hanya kepada manusia saja melainkan kepada semua mahluk baik mahluk hidup ataupun benda mati.
Etika bisa terdukung jikalau mahasiswa telah dibekali dengan ilmu yang memadai, baik ilmu agama maupun ilmu umum, atau istilah kerennya imtak dan imtek harus sejalan. Lingkungan social pun dapat membawa pengaruh besar dalam membentuk jati diri seorang mahasiswa. Jika kita memandang sosok pemimpin kita, K.H Abdurrahman Wahid, atau sering dipanggil dengan Gusdur,  betapa besar jasa beliau dalam sumbangsihnya membangun Negeri Ini. Beliau sebagai tokoh agama maupun sebagai tokoh umum. Jika kita melihat latar belakangnya, beliau mendalami ilmu agama yang berasal dari pesantren. Beliau pun tak meninggalkan pendidikan formalnya. Pada tahun 1963, Gusdur menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Nah, jika kita menganalisa contoh diatas, kita berfikir bahwa mahasiswa sekaligus nyantri, kenapa tidak??

Mahasiswa Plus
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar bidang kajiannya yang tidak hanya memperhatikan mobilitas vertical (nilai-nilai keagamaan) tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).
Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga  menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Jika mahasiswa hidup dalam dunia pesantren, mereka akan belajar tentamg kehidupan masyarakat dalam lingkup kecil. Diajari bagaimana berfikir dengan etika. Karena dalam dunia pesantren,  etika lebih ditekankan. Selain mendapat ilmu agama,lebih,  mereka diajari bagaimana hidup bermasyarakat sesungguhnya. Jika mahasiswa berfikir, kehidupan pesantren tak seburuk yang dikira. Kehidupan pesantren  selalu menekankan nilai-nilai keagamaan yang mana akan berguna untuk mengatur kehidupan mereka yang menyelaminya. Ibarat bangunan tanpa pondasi, lama kelamaan akan roboh, begitu juga ilmu tanpa iman, tanpa agama, akanlah tak berguna juga dikemudian hari.
Ketika Mahasiswa menyadari betapa pentingnya peran mereka membangun bangsa, tentu mereka akan mempersiapkan bekal sedini mungkin. Baik itu bekal agama, maupun bekal Ilmu Pengetahuan. Mahasiswa yang produktif, mampu mempergunakan semua waktunya untuk hal yang positif. Maka tempat tinggalpun menjadi sebuah pilihan yang diprioritaskan. Bukan hanya sekedar di kos, yang mana sekarang kos-kosan bukan lagi menjadi sebuah jaminan tempat yang aman, karena kehidupan di lingkungan   sekitarnya juga ikut mempengaruhinya. Bagi mereka yang tak bisa mengendalikan diri tentang adanya berbagai pengaruh, tentu pondok pesantren menjadi sebuah pilihan yang sangat diprioritaskan. Bagi orang tua yang tak mampu mengawasi putra putrinya, tentu lebih memilih pondok pesantren sebagai tempat tinggal yang menguntungkan. Selain itu, Mahasiswa akan keluar dengan menyandang title Agen Of Change sekaligus santri. Sungguh damainya Negara kita, jika para penerus bangsanya juga memiliki moral dan etika, serta selalu mengingat almamater yang dibawanya. 
(Mamila Ziyyit Tuqo, Alumnus Ponpes Durrotu Aswaja)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar