Mahasiswa merupakan
sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (1989) Mahasiswa diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan
tinggi. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar
sebagai mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi hanyalah syarat administratif
menjadi mahasiswa, tetapi menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih
luas dari sekedar masalah administratif itu sendiri. Menyandang status
Mahasiswa merupakan sebuah kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak,
ekspektasi dan tanggung jawab mahasiswa sangatlah besar. Pengertian mahasiswa
tidak bisa diartikan kata per kata, Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa
perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang
dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di berbagai belahan dunia. Mahasiswa
sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan
memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual, memandang segala sesuatu
dengan pikiran jernih, positif, kritis yang bertanggung jawab, dan dewasa.
Secara moril mahasiswa akan dituntut tangung jawab akademisnya dalam menghasilkan
“buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan.
Sebagai mahasiswa, kita
dituntut untuk bisa menjadi sosok yang beretika karena mahasiswa telah menjadi
sorotan public sekaligus generasi penerus bangsa yang telah dipercaya untuk
memimpin negeri ini dalam segala bidang. Antara etika dengan mahasiswa memiliki
hubungan yang sangat erat. Etika sangat berperan penting terhadap diri
mahasiswa maupun orang lain, dengan memahami peranan etika, mahasiswa dapat
bertindak sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di
saat mahasiswa berdemonstrasi menuntut keadilan, etika menjadi sebuah alat
kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika
mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun itu.
Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan terhadap
orang yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan di dalam Islam,
etika di dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa sebagai mahluk Allah SWT
yang telah diberikan karunia berupa akal, akhlaq yang baik ditujukan bukan
hanya kepada manusia saja melainkan kepada semua mahluk baik mahluk hidup
ataupun benda mati.
Etika bisa terdukung
jikalau mahasiswa telah dibekali dengan ilmu yang memadai, baik ilmu agama
maupun ilmu umum, atau istilah kerennya imtak dan imtek harus sejalan. Lingkungan
social pun dapat membawa pengaruh besar dalam membentuk jati diri seorang
mahasiswa. Jika kita memandang sosok pemimpin kita, K.H Abdurrahman Wahid, atau
sering dipanggil dengan Gusdur, betapa
besar jasa beliau dalam sumbangsihnya membangun Negeri Ini. Beliau sebagai
tokoh agama maupun sebagai tokoh umum. Jika kita melihat latar belakangnya,
beliau mendalami ilmu agama yang berasal dari pesantren. Beliau pun tak
meninggalkan pendidikan formalnya. Pada tahun 1963,
Gusdur menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar
di Kairo,
Mesir.
Nah, jika kita menganalisa contoh diatas, kita berfikir bahwa mahasiswa
sekaligus nyantri, kenapa tidak??
Mahasiswa
Plus
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan
nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya,
lembaga ini semakin memperlebar bidang kajiannya yang tidak hanya memperhatikan
mobilitas vertical (nilai-nilai keagamaan) tetapi juga mobilitas horizontal
(kesadaran sosial).
Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa
semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus
merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Jika mahasiswa
hidup dalam dunia pesantren, mereka akan belajar tentamg kehidupan masyarakat
dalam lingkup kecil. Diajari bagaimana berfikir dengan etika. Karena dalam
dunia pesantren, etika lebih ditekankan. Selain mendapat ilmu
agama,lebih, mereka diajari bagaimana
hidup bermasyarakat sesungguhnya. Jika mahasiswa berfikir, kehidupan pesantren
tak seburuk yang dikira. Kehidupan pesantren
selalu menekankan nilai-nilai keagamaan yang mana akan berguna untuk
mengatur kehidupan mereka yang menyelaminya. Ibarat bangunan tanpa pondasi,
lama kelamaan akan roboh, begitu juga ilmu tanpa iman, tanpa agama, akanlah tak
berguna juga dikemudian hari.
Ketika Mahasiswa menyadari betapa pentingnya peran mereka
membangun bangsa, tentu mereka akan mempersiapkan bekal sedini mungkin. Baik
itu bekal agama, maupun bekal Ilmu Pengetahuan. Mahasiswa yang produktif, mampu
mempergunakan semua waktunya untuk hal yang positif. Maka tempat tinggalpun
menjadi sebuah pilihan yang diprioritaskan. Bukan hanya sekedar di kos, yang
mana sekarang kos-kosan bukan lagi menjadi sebuah jaminan tempat yang aman,
karena kehidupan di lingkungan sekitarnya
juga ikut mempengaruhinya. Bagi mereka yang tak bisa mengendalikan diri tentang
adanya berbagai pengaruh, tentu pondok pesantren menjadi sebuah pilihan yang
sangat diprioritaskan. Bagi orang tua yang tak mampu mengawasi putra putrinya,
tentu lebih memilih pondok pesantren sebagai tempat tinggal yang menguntungkan.
Selain itu, Mahasiswa akan keluar dengan menyandang title Agen Of Change
sekaligus santri. Sungguh damainya Negara kita, jika para penerus bangsanya
juga memiliki moral dan etika, serta selalu mengingat almamater yang dibawanya.
(Mamila Ziyyit Tuqo, Alumnus Ponpes Durrotu Aswaja)
(Mamila Ziyyit Tuqo, Alumnus Ponpes Durrotu Aswaja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar