Dewasa ini, persoalan-persoalan yang
timbul diberbagai kancah masyarakat membutuhkan solusi yang tepat. Mahasiswa
yang memiliki gelar “Agent of Change” seharusnya harus mampu memberikan
perubahan yang besar terhadap berbagai persoalan yang terdapat di masyarakat.
Di dalam PP No. 30 Tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Bab I
ps.1 [6]), yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan / atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II ps. 1 [1]). Mahasiswa
merupakan fase transisi sebelum terjun ke dunia permasalahan masyarakat umum.
Mahasiswa membutuhkan suatu proses belajar agar nantinya mampu untuk terjun ke
masyarakat sesungguhnya.
Jika melihat sejarah, mahasiswa memiliki peran penting untuk mengatasi segala
problematika yang ada. Turunnya mantan Presiden Soeharto yang berakibat
berakhirnya orde baru menyebabkan munculnya gebrakan baru, reformasi.
Mahasiswa sebagai anggota dari suatu masyarakat tertentu yang merupakan
“elit” intelektual dengan tanggung-jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang melekat
pada dirinya menuntutnya untuk menjadi agen pembaharu. Identitas diri mahasiswa
sebagai anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang
dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan
tanggung-jawab. mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial,
dan tanggungjawab moral.
Peran Penting Mahasiswa
Mahasiswa sebagai elit intelektual
memiliki peran yang besar di masyarakat sesungguhnya. Sejarah jelas mebuktikan,
akan tetapi jika menengok kedepan, masih ada berbagai hal yang perlu untuk
dikaji. Persoalan-persoalan yang muncul, seharusnya menjadi PR bagi mahasiswa.
Solusi efektif serta memaksimalkan peranan mahasiswa menjadi salah satu upaya
untuk meminimalkan masalah. Mahasiswa memiliki peran-peran penting yang
seharusnya diaplikasikan dalam masyarakat sesungguhnya, yakni (1) memperdalam
dan mengembangkan diri di dalam pembidangan keilmuan yang ditekuninya sehingga
dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab intelektualnya. (2) merupakan
jembatan antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti pemetaan dan
pemecahan masalah-masalah kehidupan sesuai dengan bidangnya. (3) merupakan
dinamisator perubahan masyarakat menuju perkembangan yang lebih baik. (agen
perubahan). (4) sekaligus merupakan kontrol terhadap perubahan sosial yang
sedang dan akan berlangsung.
Jika kita melihat kasus yang sedang menjadi “top news” saat ini, seperti adanya
kasus korupsi, Nazarudin yang saat ini disoroti menjadi tersangka pada perkara
dugaan korupsi pengadaan serta revitalisasi sarana dan prasarana pada
direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Kementrian Pendidikan Nasional, seharusnya menjadi bahan pemikiran bagi
semuanya, tertutama bagi mahasiswa. Melihat tugas dan peran yang begitu besar,
mahasiswa harus bisa memberikan cerminan bagi semuanya. Mahasiswa memang
bukan tumpuan segala, akan tetapi kasus-kasus semacam itu, karena kualitas
moral manusia yang kurang. Mereka terkesan hanya memikirkan uang dan uang,
tanpa memperhatikan tanggung jawab yang sesungguhnya. Padahal pihak-pihak yang
terlibat juga pada asalnya juga sebagai mahasiswa. Mereka dididik, dibimbing
untuk menjadi pemimpin yang bijak, bukan untuk menjadi penjahat. Apalagi
penjahat yang tidak tampak. Ironis memang. Mahasiswa sekarang seharusnya bisa
menilai bagaimana yang seharusnya, mereka harus belajar dari sekarang, belajar
untuk menjadi generasi penerus yang bermoral tinggi. Tidak hanya pada saat
menjadi mahasiswa akan tetapi ilmu mereka harus tetap diamalkan dimanapun dan
sampai kapanpun. Berawal dari setiap individu yang sadar, berbuah segalanya.
Kasus semacam itu, memang harus ditindaklanjuti. Segala jenis pekerjaan berasal
dari bangku perkuliahan. Mahasiswa diciptakan untuk menjadi profesionalis
di setiap bidangnya. Penegak hukum pun juga pada mulanya berasal dari
mahasiswa, mereka diharuskan menjadi penegak hukum yang adil, tegas, serta
bijak. Apalagi pada kasus yang telah terjadi seperti diatas, mahasiswa
diharuskan berlomba-lomba untuk menjadi manusia berkualitas. Mahasiswa memang
menjadi pelaku utama, mereka memiliki peran yang sangat penting untuk segala
jenis hal. Baik pemikiran, tanggung jawab, serta semangatnya sangat dibutuhkan.
Selain soal politik, masih banyak persoalan yang harus dipecahkan. Di Jakarta
misalnya, di tengah Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 yang masih
dipersoalkan, Greenpeace mengeluarkan laporan praktik pembabatan hutan alam
yang masih mengancam. Mereka juga menyampaikan secara global bahan baku kemasan
mainan anak-anak yang mengancam keberlanjutan hutan alam Sumatera.(kompas, 9
juni 2011). Kasus lingkungan pun masih membutuhkan solusi. Pembabatan hutan,
adanya lahan-lahan kritis semuanya merupakan ulah manusia tiada bermoral.
Kembali lagi kasus semacam itu terjadi. Peranan mahasiswa menjadi sangat
penting melihat banyak sekali kasus bermunculan dalam kehidupan masyarakat.
Mahasiswa harus mampu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang dampak
kerusakan alam. Dari hal kecil harus mampu memberi contoh. Gebrakan baru harus
mahasiswa ciptakan guna mensejahterakan masyakatat. Mahasiswa harus mampu
menanamkan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam.
Fungsi mahasiswa sangat esensial dalam pergerakan roda masyarakat. Mahasiswa
sebagai insan akademis yang kritis dalam masalah - masalah yang terjadi di
tengah masyarakat, fresh karena tidak tercampuri kepentingan - kepentingan
eksternal yang bersifat sepihak, berusaha untuk mencari solusi baru sesuai
dengan pola pikir pembenaran yang ilmiah. senantiasa mengembangkan kemampuan
diri untuk bersaing melawan masa depan dan tetap menjaga nilai - nilai
kebenaran yang sudah ada dalam masyarakat.
Saat menyandang status sebagai mahasiswa,
idealnya adalah muncul pada diri seseorang tersebut suatu dorongan moral
dan kewajiban untuk mengabdikan diri kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Seorang mahasiswa diharapkan minimal memiliki kontribusi kepada masyarakat atau
khalayak umum. Jika bisa lebih akan sangat mengharukan kalau mahasiswa dapat
mengibarkan sangsaka merah putih di puncak tertinggi even Internasional
Mahasiswa identik dengan Perguruan
Tinggi. Dalam kehidupan Perguruan Tinggi, pemanfaatan mimbar
ilmiah dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa adalah tidak terlepas dari
karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitu
membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan
kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi (sensitif/
involve) terhadap masyarakat. Jadi ada dua manfaat yang mendasar dari
mimbar ilmiah, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual
mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat
(lingkungannya). Upaya mendasar agar aplikasi pemanfaatan mimbar ilmiah itu
bisa terselenggara maka harus tercipta kultur kebebasan mimbar (academic
freedom culture) yang didukung oleh semua komponen Perguruan Tinggi.
Kultur kebebasan mimbar bisa terwujud jika didukung adanya kebebasan belajar (freedom
to learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communication).
Kedua kebebasan ini merupakan sisi dari kebebasan mimbar dan merupakan upaya
yang tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa.
Oleh karena implikasi Perguruan Tinggi
tidak terlepas dari pengabdian masyarakat, maka kebebasan belajar (freedom
to learn) harus diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada
dinding-dinding kampus, akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari
persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus (masalah riil dalam
masyarakat). Dan kebebasan untuk mempelajari masalah riil dalam masyarakat ini
adalah fokus yang terlebih penting dalam mencetak mahasiswa yang betul-betul
berurusan dengan masyarakatnya.
Setelah adanya
kebebasan belajar (freedom to learn) sebagai langkah awal dari cara
mempelajari persoalan-persoalan yang ada di lingkungan kampus dan masyarakat,
maka untuk lebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas
cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka
dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan
terciptanya cultur kebebasan berkomunikasi (freedom to communication).
Kebebasan
berkomunikasi yang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat,
bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif serta kebebasan
untuk penyebaran ilmu pengetahuan dan publikasi hasil-hasil penelitian kepada
seluruh komponen Perguruan Tinggi dan terhadap lingkungan masyarakatnya.
Dalam rangka
terwujudnya kebebasan berkomunikasi ini, maka perlu adanya hubungan
kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi
untuk mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, Pers, dan
sebagainya. Sebab menciptakan kultur kebebasan mimbar ilmiah adalah merupakan
tanggung jawab seluruh sivitas akademika Perguruan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar